Leadership Development 2012 - in Surabaya Leadership Development 2013 - Communication Leadership Development 2013 - Presentation Road to Campus - UIN Syarif Hidayatullah 2013 Leadership Development 2013 - Vision Leadership Development 2013 - Emotional Intelligence

Home » » 5 Tanda krisis listrik di depan mata

5 Tanda krisis listrik di depan mata



Wakil Menteri ESDM, Susilo Siswo Utomo kembali mengingatkan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) agar segera menyelesaikan sederet masalah krusial di sektor ketenagalistrikan nasional. Sebab, jika dibiarkan berpotensi menyebabkan krisis listrik di 2018.

Susilo menyebut salah satu masalah yang sering dihadapi PLN adalah keterlambatan pembangunan pembangkit karena pengurusan perizinan yang lama. Masalah lahan juga selalu menjadi kendala klasik.

"Kalau hal-hal ini tidak diselesaikan maka di 2018 terjadi krisis listrik. Kita minta kepada Dirjen dan PLN untuk sampaikan ke pemerintah masalah yang dihadapi untuk kurangi defisit listrik," ucap Susilo.

Susilo menyebut, kebutuhan listrik terus meningkat rata rata 6-10 persen. Provinsi Jawa Timur merupakan daerah paling tinggi pertumbuhan kebutuhan listriknya, mencapai 9 persen. Pembangkit yang dibangun juga disarankan menggunakan sumber energi baru dan terbarukan.

Presiden Indonesia periode lima tahun mendatang diingatkan untuk menjaga keandalan sistem kelistrikan nasional. Jika tidak, efeknya bisa sangat berbahaya, menyebabkan krisis sosial dan ekonomi.

"Persoalan listrik bukan hanya sekedar menyala atau tidak. Krisis listrik bisa merembet kemana-mana," kata Pengamat Kelistrikan Fabby Tumiwa.

Pasokan listrik yang tidak memadai akan membuat pertumbuhan ekonomi stagnan atau bahkan merosot. Dampaknya bakal terjadi ledakan pengangguran. "Jika pertumbuhan ekonomi ingin tinggi untuk menyerap tenaga kerja sebanyak-banyaknya perlu dukungan listrik," katanya.

Dalam lima tahun terakhir, lanjut Faby, penyerapan tenaga kerja terus berkurang. Ini akibat melemahnya sektor pertanian dan manufaktur yang secara historis bisa menyerap banyak tenaga kerja.

"Setiap tahun kemampuan PLN untuk menyediakan listrik tak pernah melampaui kebutuhan masyarakat. Idealnya kan harus melampaui," katanya.

"Security of supply-nya rendah. Sehingga wajar jika 2016-2017 listrik akan memasuki fase krisis akut."

Lalu apa saja tanda Indonesia sudah diambang krisis listrik? Berikut kami mencoba merangkumnya.

PLN krisis pendanaan

PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) terancam mengalami krisis pendanaan untuk membangun infrastruktur kelistrikan di Tanah Air. Untuk mencegah itu, BUMN setrum tersebut meminta peningkatan marjin menyusul adanya penghematan subsidi listrik sebesar Rp 8,5 triliun.

"Kita berharap penghematan subsidi yang diperoleh dari penaikan tarif listrik bisa dialihkan ke PLN untuk menjaga kenormalan operasi dan melakukan penambahan infrastruktur," kata Direktur Perencanaan dan Pembinaan Afiliasi PLN Murtaqi Syamsuddin saat media briefing kondisi kelistrikan nasional, Jakarta, Rabu (11/6).

Dia menguraikan, PLN harus memenuhi kebutuhan listrik sebesar 7,5 persen per tahun jika pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam 10 tahun mendatang bisa mencapai di atas 6,5 persen. Untuk memenuhi kebutuhan listrik sebesar itu, PLN harus membangun infrastruktur kelistrikan 4.000 megawatt (MW) per tahun.

"Untuk itu, PLN butuh capital expenditure (anggaran belanja modal) sektor kelistrikan sekitar USD 12 miliar atau Rp 120 triliun per tahun," kata Murtaqi.

Saat ini, lanjutnya, belanja modal PLN hanya sebesar Rp 50 triliun per tahun. Itu berasal dari subsidi plus marjin dari pemerintah Rp 14 triliun, penyertaan modal negara Rp 6 triliun, dan utang Rp 30 triliun.

"Itu belum cukup, input cost PLN naik, karena harga BBM, batu bara, dan gas naik. Sementara subsidi listrik 2014 sudah Rp 107 triliun."

Regulasi tak mendukung perkembangan sektor kelistrikan

Indonesia hingga saat ini masih dihantui krisis listrik. Tidak hanya di Sumatera Utara, Pulau Jawa juga disebut berpotensi akan mengalami krisis listrik di satu waktu tertentu.

Mantan anggota harian Dewan Energi Nasional (DEN), Herman Darnel Ibrahim mengatakan krisis listrik ini berakar dari salahnya regulasi atau aturan di Indonesia. Regulasi mengharuskan Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk melakukan efisiensi, namun, di sisi lain pendapatan PLN untuk membangun pembangkit baru juga sangat kecil.

"Margin yang diberi pemerintah tidak sesuai kebutuhan sesuai dengan proyeksi ekonomi. Padahal ekonomi tumbuh kebutuhan listrik juga tumbuh," ucap Herman yang juga mantan direktur PLN ini.

Dari penuturan Herman, PLN hingga saat ini hanya diberi margin penjualan listrik sebesar 8 persen. Padahal, yang dibutuhkan untuk bisa terus membangun pembangkit adalah 15 persen. Margin 8 persen disebut hanya cukup untuk operasional PLN keseharian.

"PLN jadinya enggak bisa berkembang. Pemerintah juga memastikan infrastruktur energi itu kebutuhannya sesuai dengan ekonomi pertumbuhan. Tugas memastikan itu pemerintah ada yang menangani," tegasnya

Intensitas mati listrik tinggi

Per 1 September kemarin, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) resmi menerapkan tarif listrik baru. Sesuai rencana awal, saban tiga bulan sekali terjadi kenaikan tarif listrik.

Namun perbaikan belum dirasakan rakyat. Bahkan, untuk masyarakat di kawasan timur Indonesia, masih harus menerima kenyataan masih seringnya mati lampu atau pemadaman bergilir.

Hal itu diungkapkan Manager Sub Logistik Packing Plan Sorong PT Semen Indonesia, Choiru Zaki. Dia mengakui, perseroan hingga saat ini dihadapkan seringnya mati listrik setiap hari. Sehingga biaya operasional industri meningkat.

"Di sni setiap hari malah bisa mati listrik sampai 10 kali per harinya, kalau begini terus ini yang membuat biaya operasional kita membengkak," ujarnya kepada wartawan.

Kekurangan listrik terpaksa dipenuhi dari impor

Direktur Utama PT PLN, Nur Pamudji mengakui pasokan listrik untuk Kalimantan masih sangat kurang. Terutama Kalimantan Barat. Daerah Kalimantan Barat kerap dilanda mati lampu bergilir karena tidak cukupnya daya PLN.

Sebagai jalan keluar, bos PLN akan mengambil listrik dari Serawak, Malaysia. PLN akan bekerja sama dengan pemerintah Malaysia untuk membuat interkoneksi listrik Serawak dan Kalimantan

"Kita akan interkoneksi listrik Serawak dan Kalimantan. Serawak ada 3.000 MW dan Kalimantan Barat 250 MW itu akan stabil nanti di Kalimantan," ucap Nur.

Selain mengambil listrik dari Malaysia, PLN juga akan membangun pembangkit 100 MW di Kalimantan Barat. Nur belum menyebut kapan pembangkit ini mulai dibangun. Menunggu pembangkit selesai, PLN terlebih dulu akan melakukan interkoneksi pada pertengahan 2015 mendatang.

"Interkoneksi 2015 pertengahan ini. Dari interkoneksi ini impornya dikit yang penting interkoneksi membuat kuat tegangan saja," tegasnya.

Dalam jangka pendek, PLN akan membuat pembangkit kapasitas 25 MW di awal tahun depan. "Akhir tahun ini di Kalimantan Barat ada tambahan 25 MW lah," tutupnya.

Bahan baku produksi listrik lebih dipilih untuk dijual

Dewan Energi Nasional meyakini Indonesia belum perlu membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir yang berisiko mendapat penolakan karena bahaya efek sampingnya. Sumber daya dari dalam negeri seperti batu bara untuk pembangkit uap saja belum dimanfaatkan maksimal.

Anggota Dewan Energi Nasional Tumiran menilai, batu bara sebetulnya bisa mencukupi kebutuhan listrik dalam negeri hingga 2050. Masalahnya, produsen tambang terlalu eksploitatif dan hanya memikirkan keuntungan lewat ekspor.

Mulai saat ini, sumber daya tidak terbarukan itu harus dianggap sebagai aset nasional dan dijaga agar jangan melulu diekspor.

"India punya batu bara saja tidak diekspor, China juga. Kebutuhan batu bara untuk listrik kita kira-kira 700 juta sampai 1 miliar ton, itu cukup lah, tapi harus disayang-sayang," kata Tumiran.

0 komentar:

Posting Komentar

blogger widgets

SUPPORT By : Benny Andreahinata Hermawan
Benny Andreahinata He®mawan. Diberdayakan oleh Blogger.